Jumat, 09 Agustus 2013

Subhanallah.. Ada Malaikat Pelindung Dibalik Musibah

Hari ini adalah hari kedua lebaran, sepulangnya dari rumah mertua, sekitar pukul 3 sore hari, kami menuju rumah saudara ayah. Sesampainya disana, setelah sempat membeli telor dan gula untuk oleh-oleh, ternyata rumahnya kosong, mungkin sedang berkunjung kerumah saudara-saudara yang lain.

Ayah dan Ibu sudah terlihat capai, mereka pun pulang kerumah, sedangkan aku dan suamiku masih melanjutkan untuk sowan ke romo kyai karena ingin buru-buru kesana. Sudah lama aku tidak kesana, terakhir kesana adalah lebaran tahun lalu. Rasa kangenku pada guruku ini yang membuatku benar-benar ingin segera kesana.

Dengan bermotor, suamiku yang mengendarai, Riski keponakanku yang baru berumur 11 tahun duduk di depan, sedangkan Aku dengan biya yang ada digendonganku membawa bawaan telor dan gula yang niatnya mau kubawa buat oleh-oleh.

Ditengah perjalanan, aku sudah membayangkan akan melepas rinduku pada guruku, yang mengajariku segala macam aqidah islam, bahasa arab (meski aku tidak mahir juga), membaca dan menafsir alqur'an, dan banyak sekali ilmu-ilmu yang lain.

Secara tiba-tiba saja aku jatuh dari motor, terguling-guling bak di dalam tong kosong yang digulingkan. Setelah sadar dan berhenti dari jatuh terguling, Aku seperti tak sadar, begitu kulihat wajah biya anakku yang masih tertidur meski dia ikut berguling di dekapanku, dengan spontan aku berteriak,

"Ya Allaaaaah... Anakkuuuuuu... Ya Allaaah.. Anakkuuu..."

dengan segera aku bangkit dari posisiku, aku merasa kakiku sakit sekali, ketika masih samar-samar juga aku melihat orang-orang mendatangiku hendak menolong,

"Anakkuuu.. tolong anakku mbaaak, tolong anaakkuuuu... Ya Allaaah... tolong anakkuuu" teriakku lagi sambil merintih kesakitan dan segera kuberikan biya pada salah satu ibu-ibu yang menolongku.

Setelah biya diambil dari gendonganku, helm yang kukenakan pun kubuang segera karena menutupi penglihatanku, biya pun menangis kencang, kaget oleh teriakanku tadi atau entah. Penglihatanku mulai nanar, sekejap kemudian semuanya gelap, dan aku pun jatuh pingsan.
Setelah diletakkan di tempat duduk panjang, aku pun mulai sadar. Banyak orang mengelilingiku, melihat ke arah kami. Riski berdiri disampingku, melihatku dengan iba, Dhika suamiku memngoleskan obat luka di kakiku. Perih di kaki dan tanganku, sekujur badanku serasa retak.

"Biya, mana biya" batinku, aku menoleh ke semua arah mencari biya.

"Anakku mana mbak, anakku" ucapku kemudian lirih saat kulihat biya digendong ibu paruh baya.
Kemudian biya ditaruh di gendonganku, perih di siku tanganku, "Ya Allah.. tangan kananku berat sekali untuk kugerakkan" desisku dalam hati.

Dengan menahan sakit, biya segera kuberi ASI, dengan lahap dia netek di dekapanku, sebentar kemudian dia tertidur pulas. Kulihat dan kuraba sekujur tubuh biya dari ujung kepala sampai ujung kaki, takut kalo ada apa-apa dengannya. Masih tetap pulas saja biya di dekapanku, sepertinya dia baik-baik saja.

Riski dan Suamiku baik-baik saja, jadi kecelakaan yang menimpaku tadi adalah karena aku sibuk memegang telor dan takut ada yang pecah serta menggendong biya, sampai aku tidak sadar bahwa longdress yang kukenakan terlepas dari genggaman tanganku dan masuk ke rantai motor yang kemudian terus tertarik rantai sepeda dan aku ikut tertarik jatuh tergulung-gulung sampai kemudian suamiku menghentikan motornya dan aku pun ikut berhenti.

Kejadiannya memang seperti cepat sekali, kulihat helm yang bekas kupakai tadi kulihat ditaruh oleh entah siapa di pojokan halaman depan rumah tempat aku terjatuh tadi,

"Subhanallaaah..." batinku dalam hati saat melihat helm itu pecah dan rusak.
"Helm sekuat dan sekokoh itu bisa sampai pecah begitu" batinku lagi, dan
"Ya Allaaaaah...." desisku lagi, kuintip dibalik selimut yang dipakaikan juga entah oleh siapa ternyata longdress yang kukenakan bagian roknya habis tersobek, tersisa sekitar 10-15cm saja dan yang nampak hanya furing dalaman longdress saja, pantas aku sampai dipakaikan selimut.

"Seberapa parah sih aku terjatuh tadi?" batinku dalam hati, yang terpikir di kepalaku cuma biya. Ya, biya harus segera dibawa ke rumah sakit.

Lama sekali aku mencoba menghubungi telepon ayahku setelah biya tertidur pulas dan digendong oleh pipinya, tidak juga diangkat karena mungkin dikiranya pelanggan servis elektronya. Aku bingung harus menghubungi siapa lagi, aku pun langsung ingat dan segera menghubungi Rian 'item' sahabatku.
Tuuut... tuuuut... dua kali dering kemudian teleponku pun diangkat,

"Ono opo, Ya? (Ada apa, Ya, *red)" kata Rian dari ujung telepon
"Aku mari kecelakaan, mrinio ndek kendal payak cidek e...(bla bla bla)" kujelaskan lokasiku kecelakaan pada Rian dan kuminta dia mengabari ayahku.

Ternyata posisi rian sudah dekat sekali dengan lokasi kecelakaan, Dia pun segera datang.
Setelah Rian datang, segera kuminta Rian dan temannya membawa biya ke rumah sakit terdekat, ada rumah sakit baru di dekat situ. Setelah Rian berangkat, aku, suamiku, dan Riski kemudian menyusul di belakang.

Sesampainya di rumah sakit, biya masih tertidur pulas, ditaruh di tempat tidur ICU, diperiksa oleh perawat, semua baju yang dikenakan biya kulepas, sebentar kemudian biya terbangun dan kemudian melihatku. "Biya gak papa kan, Nak?" kataku pada biya, seketika dia tersenyum dan kemudian menendang-nendang, tertawa keras, nampaknya anakku ini memang sehat-sehat saja.

Perawat memeriksa sekujur tubuhnya dan mengecek suhu badannya. Hasilnya tidak ada masalah, suhu badannya pun normal. Biya boleh dibawa pulang saat itu juga.

Rian pulang dulu untuk mengambil mobil dan sekalian memberi kabar pada ayah dan bundaku dirumah. Sebentar kemudian Rian datang dengan Bundaku, dengan tergopoh-gopoh bunda menghampiriku dan kemudian menggendong biya. Biya masih tetap tertawa-tawa seperti tidak baru terjadi apa-apa.

Sesampainya dirumah, badanku serasa remuk. Keluarga suamiku datang menjenguk, tante melumuri bagian tubuhku yang sakit dengan ramuan tradisional buatannya, berbahan beras dan kencur yang ditumbuk saat itu juga. Adik iparku mengobati lukaku dengan betadin, hampir nangis aku menahan perih. Bundaku dengan telaten me-lap sekujur tubuh biya dengan air hangat, takut jika ada yang sakit, membersihkan bekas cipratan pecahan telor di kepala biya.

Sampai tulisan ini aku sunting di blog, badanku yang masih terasa sakit semua, kulihat putri kecilku tertidur dengan lelapnya, dan sebentar kemudian tertawa, entah mimpi apa, yang jelas tawanya menjadi obat buat semua rasa sakitku ini.

Hari ini, akan benar-benar menjadi hari yang penuh keajaiban, seperti ada MALAIKAT PELINDUNG yang melindungi aku dan anakku, melihat aku yang terjatuh terguling sampai seperti tadi, aku masih baik-baik saja, hanya luka lecet dan sedikir memar di pantatku. Dan Biya anakku, meski tubuh mungilnya ikut terguling beberapa kali dalam dekapanku, dia sehat wal afi'at. Beribu-ribu kali aku bergumam,

"SUBHANALLAAAAAH....."
"betapa besar kuasaMu, Ya Allah..."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar